Sinetron Indonesia Dan Pembodohan Masyarakat

Sinetron dan Plagiarisme

Entah disadari atau tidak, sinetron yang mendominasi layar kaca di Indonesia sebenarnyamerupakan adaptasi (baca: jiplakan) dari berbagai tayangan drama yang populer di negeri asalnya seperti Korea, Jepang, Taiwan, dan sebagainya. Berikut daftarnya:

  1. 2 Hati (Snow Angel)
  2. Benar-Benar Cinta (Devil Beside You)
  3. Benci Bilang Cinta (Goong/Princess Hours)
  4. Benci Jadi Cinta (My Girl)
  5. Berani Tampil Beda (The Magicians of Love/Ai Qing Mo Fa Shi)
  6. Bintang (Huan Zhu Ge Ge)
  7. Bukan Diriku (Anything for You)
  8. Buku Harian Nayla (Ichi Rittoru No Namida/1 Litre of Tears)
  9. Cincin (Beautiful Days)
  10. Cinta Remaja (My Sassy Girl Choon Hyang)
  11. Cowok Impian (It Started With a Kiss)
  12. Darling (My Name is Kim Sam Soon)
  13. Dua Hati Satu Cinta (Qin Shen Shen Yu Meng Meng)
  14. I Love You, Boss! (Bright Girl’s Success Story)
  15. Intan (Be Strong Geum Soon)
  16. Janji Jaya (My Name is Kim Sam Soon)
  17. Katakan Kau Mencintaiku (Sad Love Song)
  18. Kawin Muda (My Little Bride)
  19. Liontin (Glass Shoes)
  20. Pacarku Besar Sekali – FTV (My Name is Kim Sam Soon)
  21. Pangeran Penggoda (Devil Beside You)
  22. Pengantin Remaja (My Little Bride)
  23. Rahasia Pelangi (Love Apart a Moment)
  24. Sumpeh Gue Sayang Loe (Smiling Pasta)
  25. Siapa Takut Jatuh Cinta (Meteor Garden)
  26. Wulan (Term of Endearment)

Termasuk beberapa sinetron yang dibuat dengan meminta lisensi dari pembuat drama aslinya, seperti:

  1. Impian Cinderella (Prince Who Turns into Frogs)
  2. Kau Masih Kekasihku (At the Dolphin Bay)
  3. Penyihir Cinta (Magician of Love)
  4. Putri Kembar (100% Senorita/Twins)

Ada yang berani memasang soal ini di koran nasional?

Atau setidaknya mengajukan proposal ke MURI dengan predikat penjiplak sinetron terbanyak?

Lebih Baik Menjiplak daripada Membuat

Secara ekonomis, menjiplak jelas lebih murah daripada memproduksi sendiri. Menjiplak tidak melibatkan unsur kreativitas, idealisme, risiko pasar, dan pengorbanan waktu dan tenaga yang begitu besar. Dibanding film yang berkualitas, membuat sinetron membutuhkan biaya tak lebih dari Rp 500-Rp700 juta. Dunia Tanpa Koma (DTK) yang termasuk bagus saja menelan tak kurang dari Rp 800 juta.

Kalau dilihat sepintas, produsen sinetron plagiat terbesar adalah Sinemart. Kemudian disusul production house lain seperti MD Entertainment, Multivision, Frame Ritz, Soraya Intercine, dan seterusnya. Tapi konyolnya, di ending creditnya mereka menyatakan “Cerita ini bla.. bla.. adalah fiktif/karangan. Apabila terdapat kesamaan nama, tokoh, alur cerita, bla.. bla.. adalah kebetulan semata.” Very funny.

Buku Harian Nayla, misalnya. Dialog pemainnya, adegannya, 90% lebih sama persis dengan Ichi Rittoru No Namida/1 Litre of Tears — kecuali kualitas pemainnya yang (maaf) amatiran dan nyaris tanpa ekspresi. Film bagus yang “diadaptasi” jadi sampah.

Aslinya, dorama ini diangkat dari kisah nyata berdasar buku harian Kitou Aya, yang berjuang menghadapi penyakit Spinocerebellar Degeneration yang dideritanya sejak umur 14 tahun sampai ia meninggal saat umur 25 tahun. Penuh air mata? Ya. Ichi Rittoru No Namida juga banyak menyimpan adegan menyentuh yang sangat indah. Di ending creditjuga diperlihatkan foto asli Aya, diiringi lagu Only Human dari K, yang makin membuat sedih.

Contoh lain, Benci Jadi Cinta, juga sangat persis dengan My Girl. Sinetron ini menceritakan cewek ABG yang centil dan pandai berakting. Suatu ketika, cewek tersebut (Zouyulin) tinggal serumah dengan si cowok (Gongcan) untuk berpura-pura sebagai sepupunya yang lama menghilang. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan kakek yang sedang sakit parah. Tapi lama kelamaan, timbul rasa cinta di antara keduanya — klise. Bedanya, di My Girl cewek keduanya adalah pemain tenis, sementara di Benci Jadi Cinta diganti sebagai pemain bulutangkis.

Adik saya bilang, sinetron Gue Sihir Lu (Nia Ramadhani) yang bercerita tentang penyihir juga diadaptasi dari komik serial cantik “Throbbing Tonight”, yang bercerita tentang Ranze dan Makabe, anak raja setan yang dibuang ke bumi. Juga sinetron Si Yoyo yang ternyata adaptasi dari film India (maaf, saya lupa judulnya).

Update:

  • Sinetron Sissy, Putri Duyung, yang ditayangkan setiap hari Senin jam 19.00 sebagian besar meniru film produksi luar negeri yang berjudul Aquamarine. Kedua film ini menceritakan tentang seorang putri duyung yang tiba-tiba berubah menjadi manusia dan jatuh cinta pada manusia. Info via nthee.
  • Sinetron Olivia ternyata juga jiplak dari film barat remaja She’s The Man yang diperankan Amanda Bynes. Cinderela Boy juga dari drama taiwan Hanazakarino Kimitachihe. Info via rina.
  • Sinetron Candy juga merupakan adaptasi/jiplakan komik/anime lawas berjudul Candy-Candy. Info via Ira.
  • Film Guruku Idolaku yang tayang di RCTI pukul 16.00 ceritanya mirip dengan kartun anime Gokusen. Beberapa sketsa Extravaganza ABG (yang sudah lama nggak beredar) persis dengan sketsa komedi All That di Nickelodeon. Info via Dita.
  • Kalau Anda bisa mengkonfirmasi dan/atau menambah daftar tersebut di atas, silakan kontak ke saya.

Bagaimana Sinetron Menjajah Dunia

Pertanyaannya sekarang, mengapa sinetron bisa begitu meraja lela? Kalau menurut saya:

  • Masyarakat Indonesia secara umum belum bisa menilai mutu/kualitas suatu tayangan dengan akurat. Misalnya, banyak tayangan asing yang sangat laku di negara asalnya tetapi justru jeblok ratingnya ketika ditayangkan di Indonesia. Begitu juga sebaliknya.
  • Banyak masyarakat kita yang menonton televisi hanya untuk pleasure, menghibur diri. Apalagi kaum pria, yang kebanyakan menonton hanya untuk menghibur mata — selain mencari informasi dan tayangan olahraga (sepakbola).
  • Penonton dari strata kelas menengah atas yang “sulit dibohongi” oleh sinetron-sinetron murahan seperti Anda, mungkin lebih prefer untuk membaca, surfinginternet, menonton DVD, bermain console game, atau hang out sebagai sarana hiburan. Kalaupun menonton televisi, pasti menggunakan satelit/TV kabel yang pilihannya jauh lebih beragam dan berkualitas.
  • Ujung-ujungnya, sinetron akan kian diminati, permintaan pasar terus bertumbuh, dan pembodohan masal terus bergulir. Lingkaran setan yang tiada berujung.

Saya tidak bermaksud syirik dengan Raam Punjabi yang kian tajir karena dagangannya laris manis di pasaran. Saya juga tidak bermaksud menyalahkan orang-orang production house yang mungkin menyangka bahwa orang-orang kita tidak pernah menonton serial luar. Barangkali memang mereka berniat membuat karya bermutu, namun terpaksa harusrealistis dan mengikuti selera pasar.

Masalahnya, sinetron sebenarnya mengajarkan kita dengan hedonisme dan mengajak kita untuk bermimpi tentang gaya hidup yang serba wah. Lebih parah lagi, televisi ditonton mayoritas oleh kalangan kurang terpelajar, ibu-ibu rumah tangga, atau pembantu yang butuh waktu lama untuk menyadari bahwa mereka sedang dikibulin dengan impian kalangan atas.

Begitulah selera mereka. Mereka gampang terbuai dengan kemewahan, berkhayal menjadi orang kaya, bermimpi dipersunting pangeran kaya dan tampan, membayangkan memperistri wanita cantik dan seksi, memiliki rumah mewah dan mobil belasan, dan sebagainya.

Hasilnya, kebanyakan orang Indonesia lebih suka berkhayal. Anggun pernah menjawab “bermimpi” sebagai kunci sukses karirnya saat ini. Tapi put it into action-lah yang membuat perbedaan. Antara pemenang dan pecundang. Antara kesuksesan dan fantasi tak berujung.

Saya yakin Anda mungkin bisa melindungi dari serangan sinetron yang bertubi-tubi. Tapi bagaimana dengan jutaan penduduk Indonesia lainnya?

Bahaya Laten Sinetron

Sampai kapan fenomena ini bertahan? Sulit ditentukan. Selama jumlah penontonnya masih bejibun, selama production house masih produktif memproduksi (baca: menjiplak), dan sampai kita masih belum tersadarkan diri, fenomena ini masih akan berlangsung lama.

Yang jelas, kalau fenomena ini dibiarkan berlarut-larut, serial bagus dan membumi sepertiBajaj Bajuri atau Office Boy mungkin akan segera punah. Sinetron berkualitas sepertiDunia Tanpa Koma (DTK) bakal tak laku lagi. Tayangan berita seperti Liputan 6 danHeadline News mungkin akan segera dilikuidasi. Pembuat film/FTV indie mulai menggadaikan idealismenya. Divisi in-house production akan dimerger. Pimpinan kreatif berganti nama menjadi pimpinan copy-paste.

Dan setiap televisi akan berlomba-lomba menayangkan sinetron setiap saat.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua yang menonton sinetron sama sekali tidak cerdas. Namun, sebelum perekonomian bangsa ini benar-benar pulih sehingga bisa menciptakan generasi intelek yang bisa menyadari bahwa dirinya sedang ditipu sinetron-sinetron tersebut, saya cuma bisa menyarankan, mari kita sama-sama untuk tidak menonton sinetron.

| SUMBER |

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda disini....

Related Posts with Thumbnails